Just another WordPress.com site

Profile Universitas Subang

Profil Universitas UNSUB
Written by unsub
 

Assalammualaikum Wr Wb.

Terlebih dahulu kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat  Illahi Robbi, Alhamdullillahi Robbil Alamin website Universitas Subang  telah hadir di dunia cyber meskipun dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki.

Kami atas nama sivitas Akademika Universitas Subang mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kehormatan kunjungannya di  Kampus Cyber kami ( http://www.unsub.ac.id ) .

Agar menjadi maklumi bahwa keberadaan Universitas Subang saat ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah. Perkenankan kami untuk menyampaikan secara sepintas latar belakang sejarah Universitas Subang

Sejarah

Yayasan Kutawaringin Subang sebenarnya sudah didirikan dan diresmikan sejak tanggal 10 November 1964 dengan dibukanya Universitas Kutawaringin (UNKUWA) yang digagas oleh Bapak Otje Djunjunan, Bapak R.H Acu Samsudin dan Bapak R.Erawan Asmara,yang didukung oleh berbagai pihak antaralain PTP XXX Subang, PGRI,Pemda Subang, Organisasi Politik dll.

Saat itu pula dibukanya Fakultas Hukum dan pengetahuan Masyarakat (FHPM) sebagai kelas jauh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (UNPAD)yang kemudian dibuka pula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) fillial IKIP Bandung pada tahun 1965.

Karena berbagai hal keberadaan Universitas Kutawaringan Subang pada tahun 1969 terhenti termasuk akibat ada larangan bagi Perguruan Tinggi Negeri tidak diperbolehkan membuka kelas jauh.

Selanjutnya pada tahun 1982 atas prakarsa Bapak Bupati Ir.Sukanda Karta sasmita (almarhum)Yayasan Kutawaringin Subang dibangkitkan Kembali dan dibukanya Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) kerjasama dengan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung,dalam rangka meningkatkan kwalitas SDM aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Subang,dan Masyarakat Subang pada umumnya.

Berikutnya atas prakarsa Bapak Bupati Drs.H.Abdul Wachyan didirikan pula Sekolah Tinggi Teknik (STT) Kutawaringin Subang tahun 1997 dalam rangka mengantisipasi kebutuhan tenaga kerja Pabrik Industri TEXMACO di kecamatan Pabuaran.

Cita-Cita Yayasan Kutawaringin Subang mendirikan Universitas baru dapat di wujudkan berkat prakarsa Bapak Drs.Eep Hidayat sejak menjabat Ketua DPRD II Subang sampai menjadi Bupati Subang periode 2004-2009 bahkan hingga saat ini (periode 2009-2014).

 

 

Visi dan Misi

VISI :    Menjadi lembaga pendidikan yang mempunyai komitmen terhadap kebenaran dan keunggulan yang diakui secara nasional dan internasional dalam penguasaan, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan,teknologi dan kesenian yang dipandu dengan keimanan dan ketakwaan.

MISI : Melaksanakan manajemen pendidikan,penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk mewujudkan visi Universitas serta menghasilkan lulusan yang beriman dan bertaqwa,cerdas,mandiri dan berbudaya yaitu insan yang pengkuh agamana, luhung elmuna, rancage gawena dan jembar budayana.

 

 

Model komunikasi

 

KOMUNIKASI VERBAL

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Kalimat dalam bahasa Indonesia Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan tatabahasa bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:

  • · Inggris: Dimana dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some money?).
  • · Perancis: Di mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de l’argent?).
  • · Jerman: Di mana dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld wechseln?).
  • · Spanyol: Di mana dapat menukar uang? (Donde puedo cambiar dinero?).

Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.

Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.

  1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
  2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

  • · Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
  • · Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
  • · Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

Keterbatasan Bahasa:

  • · Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.

Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.

Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

  • · Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.

Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.

  • · Kata-kata mengandung bias budaya.

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.

Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.

  • · Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.

Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? …. Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.

Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman.

___________________

* Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat Onong Effendy, 1994, h. 12)

Daftar Pustaka:

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.

 

KOMUNIKASI NONVERBAL

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.

Klasifikasi pesan nonverbal.

Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:

  • Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.

Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.

Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.

Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.

  • Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
  • Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
  • Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
  • Pesan sentuhan dan bau-bauan.

Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.

Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.

Fungsi pesan nonverbal.

Paul Ekman (Dedddy Mulyana, 2004: 314) menyebut lima fungsi pesan nonverbal, yaitu

1. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, ”saya tidak sungguh-sungguh”.

2. Illustrator. Pandangan ke bawah dapat menunjukkan kesedihan atau depresi.

3. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.

4. Penyesuai. Kedipan mata yang meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respon yang tidak disadari yang merupakan upaya tubuh mengurangi kecemasan.

5. Affect Display. Pembesaran manik-mata menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.

Sedangkan Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:

  1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
  2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
  3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
  4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
  5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.

Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:

a. Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.

b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.

c. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.

d. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.

e. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.

f. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).

Daftar pustaka:

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

 

KOMUNIKASI ANTARPRIBADI

A. Pengertian

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu (Littlejohn, 1999).

Bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi ini adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal, seperti suami-isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, seorang guru dengan seorang muridnya, dan sebagainya.

Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Deddy Mulyana, 2005) mengatakan ciri-ciri komunikasi diadik adalah:

1. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat;

2. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal.

Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima lat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun.

B. Faktor-faktor pengaruh

Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal; konsep diri; atraksi interpersonal; dan hubungan interpersonal.

  1. Persepsi interpersonal

Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau menafsirkan informasi inderawi. Persepi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli inderawi yang berasal dari seseorang(komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam persepsi interpersonal akan berpengaruh terhadap keberhasilan komunikasi, seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan mengakibat kegagalan komunikasi.

  1. Konsep diri

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah; b. Merasa stara dengan orang lain; c. Menerima pujian tanpa rasa malu; d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif). Selain itu konsep diri juga berpengaruh dalam penyandian pesan (penyandian selektif).

  1. Atraksi interpersonal

Atraksi interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang. Komunkasi antarpribadi dipengaruhi atraksi interpersonal dalam hal:

a. Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang lain tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif. Sebaliknya, jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya secara negatif.

b. Efektivitas komunikasi. Komunikasi antarpribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila berkumpul dengan denganorang-orang yang kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan menutup diri dan menghindari komunikasi.

  1. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajad keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi. Miller (1976) dalam Explorations in Interpersonal Communication, menyatakan bahwa ”Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan relasional, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.”

Lebih jauh, Jalaludin Rakhmat (1994) memberi catatan bahwa terdapat tiga faktor dalam komunikasi antarpribadi yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik, yaitu: a. Percaya; b. sikap suportif; dan c. sikap terbuka.

Daftar pustaka

Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Jalaludin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

KOMUNIKASI KELOMPOK

A. Pengertian Komunikasi Kelompok.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;

2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin;

4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

B. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya.

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

  1. Kelompok primer dan sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita.

Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

    1. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
    2. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
    3. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.
    4. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
    5. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal.
  1. Kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.

Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

  1. Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a. kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c. kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak.

Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

C. Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi

1. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

2. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

3. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

1. Faktor situasional karakteristik kelompok:

a. Ukuran kelompok.

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang.

Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.

Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.

2. Faktor personal karakteristik kelompok:

a. Kebutuhan interpersonal

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak komunikasi

Mana kala anggota-anggota kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaikan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction Process Analysis (IPA). Terdapat 12 tindak komunikasi dalam kelompok:

1. Menampakkan persahabatan

2. Mendramatasi

3. Menyetujui

4. Membantah

5. Menunjukkan ketegangan

6. Menampakkan permusuhan

7. Memberikan saran

8. Memberikan pendapat

9. Memberikan informasi

10. Meminta informasi

11. Meminta pendapat

12. Meminta saran

c. Peranan

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:

1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.

2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok.

Daftar pustaka

Arifin, Anwar, 1984, Strategi Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.

Bales, Robert F., 1950, Interaction Process Analysis: A Method for the Study of Small Groups, Cambridge: Addison-Wesley

Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005, Komunikasi Bisnis dan Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Littlejohn, 1999, Theories of Human Communication, Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Schutz, W. D., 1966, The Interpersonal Underworld, Palo Alto: Science and Behavior Books.

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

KOMUNIKASI ORGANISASI

A. Pengertian Komunikasi Organisasi.

Istilah organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harafiah berarti paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Di antara para ahli ada yang menyebut paduan itu sistem, ada juga yang menamakannya sarana.

Everet M. Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas. Robert Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.

Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai, bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya. Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilancarkan.

Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi. Misalnya: memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada anggotanya secara individual.

Conrad (dalam Tubbs dan Moss, 2005) mengidentifikasikan tiga komunikasi organisasi sebagai berikut: fungsi perintah; fungsi relasional; fungsi manajemen ambigu.

1. Fungsi perintah berkenaan dengan angota-anggota organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalam organisasi tersebut.

2. Fungsi relasional berkenaan dengan komunikasi memperbolehkan anggota-anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kenirja pekerjaan (job performance) dalam berbagai cara. Misal: kepuasan kerja; aliran komunikasi ke bawah maupun ke atas dalam hirarkhi organisasional, dan tingkat pelaksanaan perintah. Pentingnya dalam hubungan antarpersona yang baik lebih terasa dalam pekerjaan ketika anda merasa bahwa banyak hubungan yang perlu dlakukan tidak anda pilih, tetapi diharuskan oleh lingkungan organisasi, sehingga hubungan menjadi kurang stabil, lebih memacu konflik, kurang ditaati, dsb.

3. Fungsi manajemen ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering dibuat dalam keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda muncul karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi rekan kerja dan organisasi, demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi. Anggota berbicara satu dengan lainnya untuk membangun lingkungan dan memahami situasi baru, yang membutuhkan perolehan informasi bersama.

B. Pengaruh Komunikasi terhadap Perilaku Organisasi.

Sebagai komunikator, seorang pemimpin organisasi, manajer, atau administrator harus memilih salah satu berbagai metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan. Sebagai komunikator, seorang manajer harus menyesuaikan penyampaian pesannya kepada peranannya yang sedang dilakukannya. Dalam hubungan ini, Henry Mintzberg seorang profesor manajemen pada McGill University di Montreal-Kanada, menyatakan wewenang formal seorang manajer menyebabkan timbulnya tiga peranan: peranan antarpersona; peranan informasi; dan peranan memutuskan.

  1. Peranan antarpersona seorang manajer meliputi tiga hal:
    1. Peranan tokoh. Kedudukan sebagai kepala suatu unit organisasi, membuat seorang manajer melakuan tugas yang bersifat keupacaraan. Karena ia merupakan seorang tokoh, maka selain memimpim berbagai upacara di kantornya, ia juga diundang oleh pihak luar untuk menghadiri berbagai upacara. Dalam peranan ini seorang manajer berkesempatan untuk memberikan penerangan, penjelasan, imbauan, ajakan, dll.
    2. Peranan pemimpin. Sebagai pemimpin, seorang manajer bertanggung jawab atas lancar-tidaknya pekerjaan yang dilakukan bawahannya. Beberapa kegiatan bersangkutan langsung dengan kepemimpinannya pada semua tahap manajemen: penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian. Ada juga kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berkaitan dengan kepemimpinannya, antara lain memotivasi para karyawan agar giat bekerja. Untuk melaksanakan kepemimpinannya secara efektif, maka ia harus mampu melaksanakan komunikasi secara efektif. Dalam konteks kepemimpinan, seorang manajer berkomunikasi efektif bila ia mampu membuat para karyawan melakukan kegiatan tertentu dengan kesadaran, kegairahan, dan kegembiraan. Dengan suasana kerja seperti itu akan dapat diharapkan hasil yang memuaskan.
    3. Peranan penghubung. Dalam peranan sebaga penghubung, seorang manajer melakukan komunikasi dengan orang-orang di luar jalur komando vertikal, baik secara formal maupun secara tidak formal.
  1. Peranan informasi. Dalam organisasinya, seorang manajer berfungsi sebagai pusat informasi. Ia mengembangkan pusat informasi bagi kepentingan organisasinya. Peranan informasional meliputi peranan-peranan sebagai berikut:
    1. Peranan monitor. Dalam melakukan peranannya sebagai monitor, manajer memandang lingkungan sebagai sumber informasi. Ia mengajukan berbagai ertanyaan kepada rekan-rekannya atau kepada bawahannya, dan ia menerima informasi pula dari mereka tanpa diminta berkat kontak pribadinya yang selalu dibinanya.
    2. Peranan penyebar. Dalam peranannya sebagai penyebar ia menerima dan menghimpun informasi dari luar yang penting artinya dan bermanfaat bagi organisasi, untuk kemuian disebarkan kepada bawahannya
    3. Peranan juru bicara. Peranan ini memiliki kesamaan dengan peranan penghubung, yakni dalam hal mengkomunikasikan informasi kepada khalayak luar. Perbedaannya ialah dalam hal caranya: jika dalam peranannya sebagai penghubung ia menyampaikan informasi secara antarpribadi dan tidak selalu resmi, namun dalam perananya sebagai juru bicara tidak selamanya secara kontak pribadi, tetapi selalu resmi. Dalam peranannya sebagai juru bicara itu ia juga harus mengkomunikasikan informasi kepada orang-orang yang berpengaruh yang melakukan pengawasan terhadap organisasinya. Kepada khalayak di luar organisasinya ia memberikan informasi dalam rangka pengembangan organisasinya. Ia meyakinkan khalayak bahwa organisasi yang dipimpinnya telah melakukan tanggung jawab sosial sebagaimana mestinya. Ia meyakinkan pula para pejabat pemerintah bahwa organisasinya berjalan sesuai dengan peratruran sebagaimana harusnya.
  1. Peranan memutuskan. Seorang manajer memegang peranan yang sangat penting dalam sistem pengambilan keputusan dalam organisasinya. Ada empat peranan yang dicakup pada peranan ini:
    1. Peranan wiraswasta. Seorang manajer berusaha memajukan organisasinya dan mengadakan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungannya. Ia senantiasa memandang ke depan untuk mendapatkan gagasan baru. Jika sebuah gagasan muncul, maka ia mengambil prakarsa untuk mengembangkan sebuah proyek yang iawasinya sendiri atau didelegasikannya kepad bawahannya.
    2. Peranan pengendali gangguan. Seorang manajer berusaha sebaik mungkin menanggapi setiap tekanan yang menimpa organisasi, seperti buruh mogok, para pelanggan menghilang, dsb.
    3. Peranan penentu sumber. Seorang manajer bertanggung jawab untuk memutuskan pekerjaan apa yang harus dilakukan, siapa yang akan melaksanakan, dan bagaimana pembagian pekerjaan dilangsungkan. Manajer juga mempunyai kewenangan mengenai pengambilan keputusan penting sebelum implementasi dijalankan. Dengan kewenangan itu, manajer dapat memastikan bahwa keputusan-keputusan yang berkaitan semuanya berjalan melalui pemikran tunggal.
    4. Peranan perunding. Manajer melakukan peranan perunding bukan saja mengenai hal-hal yang resmi dan langsung berhubungan dengan organisasi, melainkan juga tentang hal-hal yang tidak resmi dan tidak langsung berkaitan dengan kekaryaan. Bagi manajer, perundingan merupakan gaya hidup karena hanya ialah yang mempunyai wewenang untuk menanggapi sumber-sumber organisasional pada waktu yang tepat, dan hanya ialah yang merupakan pusat jaringan informasi yang sangat diperlukan bagi perundingan yang penting.

C. Dimensi-Dimensi Komunikasi dalam Kehidupan Organisasi

  1. Komunikasi internal.

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1. Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
    2. Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.
  1. Komunikasi eksternal.

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:

a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.

b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

Daftar pustaka

Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Wiryanto, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Grameia Wiiasarana Indonesia.

Tubbs, Stewart L. – Moss, Sylvia, Human Communication: Konteks-Konteks Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, h. 170.

KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengartikan massa sebagai meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari saluran.

Unsur-Unsur Komunikasi Massa

Harold D. Lasswell (dalam Wiryanto, 2005) memformulasikan unsur-unsur komunikasi dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut ”Who Says What in Which Channelto Whom With What Effect?”

  • Unsur who (sumber atau komunikator). Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi (institutionalized person). Yang dimaksud dimaksud dengan lembaga dalam hal ini adalah perusahaan surat kabar, stasiun radio, televisi, majalah, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud institutionalized person adalah redaktur surat kabar (sebagai contoh). Melalui tajuk rencana menyatakan pendapatnya dengan fasilitas lembaga. Oleh karena itu, ia memiliki kelebihan dalam suara atau wibawa dibandingkan berbicara tanpa fasilitas lembaga.

Pers atau media massa sering disebut lembaga sosial. Dalam UU RI no 40 tahun 1999 tentang pers, pasal 1 ayat (1) menyatakan: ”Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.” bentuk institusi media massa dipertegas lagi pada pasal 1 ayat (2) yang menyatakan: ” Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.”

McQuail (1987) menyebutkan ciri-ciri khusus institusi (lembaga) media sebagai berikut:

ü Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan sosial kolektif dan permintaan individu.

ü Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain: dari pengirim ke penerima, dari anggota audience ke anggota audience lainnya, dari seseorang ke masyarakat dan institusi masyarakat terkait. Semua itu bukan sekedar saluran fisik jaringan komunikasi, melainkan juga merupakan saluran tatacara dan pengetahuan yang menentukan siapakah sebenarnya yang patut atau berkemungkinan untuk mendengar sesuatu dan kepada siapa ia harus mendengarnya.

ü Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima (atau dalam kondisi tertentu sebagai pengirim). Institusi media juga mewakili kondisi publik, seperti yang tampak bilamana media massa menghadapi maslah yang berkaitan dengan pendapat publik (opini publik) dan ikut berperan membentuknya (bukan masalah pribadi, pandangan ahli, atau penilaian ilmiah).

ü Partisipasi anggota audience dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Bahkan lebih bersifat suka rela daripada beberapa institusi lainnya, misalnya pendidikan, agama atau politik. Pemakaian diasosiasikan orang dengan waktu senggang dan santai, bukannya dengan pekerjaan dantugas. Hal tersebut dikaitkan juga dengan ketidakberdayaan formal institusi media: media tidak dapat mengandalkan otoritasnya sendiri dalam masyarakat, serta tidak mempunyai organisasi yang menghubungkan pameran-serta ”lapisan atas” (produsen pesan) dan pemeran-serta ”lapisan bawah” (audience).

ü Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan.

ü Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya sinambungan pemakaian media, mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara yang satu dengan lainnya.

Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan sumber pesan, mereka juga berperan sebagai gate keeper (lihat McQuail, 1987; Nurudin, 2003). Yaitu berperan untuk menambah, mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami oleh audience-nya. Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa pelaksanaan peran gate keeper dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika pribadi dan profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.

  • Unsur says what (pesan). Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau audience yang sangat banyak. Pesan-pesan itu berupa berita, pendapat, lagu, iklan, dan sebagainya. Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi massa sebagai berikut:
    1. publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada orang perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk umum atau publik.
    2. rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audience yang luas dalam waktu yang singkat serta simultan.
    3. transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat permanen. Pada umumnya, pesan-pesan komunikasi massa cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-kadang bersifat sensasional.
  • Unsur in which channel (saluran atau media). Unsur ini menyangkut semua peralatan yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Media yang mempunyai kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya.
  • Unsur to whom (penerima atau mass audience). Penerima pesan-pesan komunikasi massa biasa disebut audience atau khalayak. Orang yang membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton televisi, browsing internet merupakan beberapa contoh dari audience.

Menurut Charles Wright (dalam Wiryanto, 2005), mass audience memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

    1. Large yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah banyak, merupakan individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;
    2. Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, beragam dalam hal pekerjaan, umur, jenis kelamin, agama, etnis, dan sebagainya;
    3. Anonim yaitu anggota-anggota dari mass audience umumnya tidak saling mengenal secara pribadi dengan komunikatornya.
  • Unsur with what effect (dampak). Dampak dalam hal ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri audience sebagai akibat dari keterpaan pesan-pesan media. David Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu: perubahan dalam ranah pengetahuan; sikap; dan perilaku nyata. Perubahan ini biasanya berlangsung secara berurutan.

Ciri-ciri komunikasi massa

Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa, menurut Elizabeth Noelle Neumann (Jalaluddin Rakhmat, 1994) adalah sebagai berikut:

  • · Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis;
  • · Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi;
  • · Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim;
  • · Mempunyai publik yang secara tersebar.

Pesan-pesan media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi melalui surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat sebagai berita atau artikel, kemudian dicetak, didistribusikan, baru kemudian sampai ke audience. Antara kita dan audience tidak bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana dalam komunikasi tatap muka. Istilah yang sering digunakan adalah interposed. Konsekuensinya adalah, karakteristik yang kedua, tidak terjadi interaksi antara komunikator dengan audience. Komunikasi berlangsung satu arah, dari komunikator ke audience, dan hubungan antara keduanya impersonal.

Karakteristik pokok ketiga adalah pesan-pesan komunikasi massa bersifat terbuka, artinya pesan-pesan dalam komunikasi massa bisa dan boleh dibaca, didengar, dan ditonton oleh semua orang. Karakteristik keempat adalah adanya intervensi pengaturan secara institusional antara si pengirim dengan si penerima. Dalam berkomunikasi melalui media massa, ada aturan, norma, dan nilai-nilai yang harus dipatuhi. Beberapa aturan perilaku normatif ada dalam kode etik, yang dibuat oleh organisasi-organisasi jurnalis atau media.

Dengan demikian, komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audience yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektrolit sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Fungsi Media Massa:

1. Sebagai saluran informasi.

2. Sebagai saluran persuasi

3. Sebagai saluran pembentuk/mengembangkan pendapat umum.

4. Sebagai saluran control sosial.

5. Sebagai lembaga ekonomi.

Daftar Pustaka:

McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga

Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.

Warsito, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!